Fungsi dan Tujuan Hukum
Fungsi atau tujuan hukum
itu sebenarnya sudah terkandung dalam batasan pengertian atau definisinya.
Kalau dikatakan bahwa hukum itu adalah perangkat kaidah-kaidah dan asas-asas
yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, dapat disimpulkan bahwa salah
satu fungsi yang terpenting dari hukum adalah tercapainya keteraturan dalam
kehidupan manusia di dalam masyarakat. Keteraturan ini yang menyebabkan orang
dapat hidup dengan berkepastian, artinya
orang dapat mengadakan kegiatan-kegiatan yang diperlukan dalam kehidupan
bermasyarakat karena ia dapat mengadakan perhitungan tentang apa yang akan
terjadi atau apa yang bisa ia harapkan. Keteraturan yang intinya kepastian ini,
apabila dihubungkan dengan kepentingan penjagaan keamanan diri maupun harta
milik dapat juga dinamakan ketertiban.
Fungsi hukum menjamin
keteraturan dan ketertiban ini demikian pentingnya sehingga ada orang yang
menyamakan fungsi ini dengan tujuan hukum. Dikatakan bahwa tujuan hukum adalah
terpelihara dan terjaminnya keteraturan (kepastian) dan ketertiban. Tenpa
keteraturan dan ketertiban, kehidupan manusia wajar memang tidak mungkin. Orang
tidak dapat mengadakan usaha mengembangkan bakatnya tanpa adanya kepastian dan
keteraturan. Ia tidak dapat meninggalkan rumahnya sekalipun untuk bekerja apalagi
mengadakan perjalanan usaha apabila tidak ada kepastian bahwa keamanan rumah,
demikian pula hartanya tidak terjamin. Karena itu pandangan yang mengatakan
bahwa tujuan hukum adalah menjamin keteraturan atau kepastian dan ketertiban
tidak terlalu salah.
Konsep Dasar Dalam
Hukum
- Pengertian konsep yuridis
Dalam tiap ilmu selalu
terbentuk berbagai konsep atau pengertian yang diungkapkan dengan suatu istilah
atau kombinasi beberapa istilah berupa satu perkataan atau beberapa perkataan.
Biasanya dipilih kata-kata dari bahasa yang sudah tidak digunakan dalam
percakapan sehari-hari (misalnya bahasa latin atau jawa kuno) atau diciptakan
perkataan baru. Tiap istilah itu ditetapkan arti dan batasan maknanya seyajam
dan sejelas mungkin yang dirumuskan dalam suatu definisi. Istilah dan tersebut
diupayakan agar digunakan secara konsisten. Pembentukan konsep-konsep ini
dimaksudkan terutama untuk memudahkan penataan, pemahaman dan penugasan atas
bahan-bahan dari objek yang dipelajari dalam bidang tertentu sehingga tersusun
bangunan pengetahuan dalam bidang tersebut yang mewujudkan suatu sistem yang
secara rasional dapat dipelajari dan dipahami, serta untuk memudahkan dan
memproduktifkan komunikasi dalam komunitas peneliti bidang studi yang bersangkutan.
Selain itu adanya konsep-konsep yang terdefinisi secara cermat dan maknanya
tidak berubah-ubah (konsisten) akan memudahkan berlangsunganya dialog-dialog
lintas batas bidang studi dengan para peneliti berbagai bidang studi lain. Tiap
konsep menunjuk pada, atau mengungkapkan dengan kata-kata, suatu ihwal tertentu
atau hubungan antar-sejumlah ihwal tertentu.
Dalam hukum dan ilmu hukum
juga telah terbentuk berbagai pengertian atau konsep untuk menyusun secara
sistematis fakta-fakta mengenai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum
menjadi satu kesatuan. Konsep atau pengertian dalam bidang hukum itu dapat kita
sebut konsep yuridis (legal concept), yakni konsep konstruktif dan sitematis
yang digunakan untuk memahami suatu aturan hukum atau sistem aturan hukum,
misalnya konsep-konsep hak, kewajiban, perjanjian, perikatan, sah, kebatalan,
undang-undang, perseroan terbatas, yayasan, jual-beli, jaminan, perkawinan,
delik, pencurian, peradilan, vonis, dan sebagainya.
- Subjek hukum
Hukum berfungsi untuk
menciptakan ketertiban dalam masyarakat agar dapat diwujudkan keadilan.
Singkatnya, hukum bertujuan untuk mewujudkan ketertiban yang adil atau
ketertiban berkeadilan. Ketertiban dalam masyarakat itu terwujud dalam prilaku
para warga masyarakat termasuk para pejabat pemerintahan dalam melaksanakan
tugasnya masing-masing, yang dilakukan dengan cara tertentu dan dapat
diperhitungkan (predictable) dalam hubungan antara yang satu dengan yang
lainnya. Karena itu, untuk mewujudkan tujuannya, hukum berupaya untuk mengatur
perilaku manusia dalam hubungan antara yang satu dengan yang lainnya lewat
kaidah-kaidah hukumnya, yang dapat tertulis dan/atau tidak tertulis.
Tiap kaidah hukum itu
menetapkan perbuatan apa yang boleh dilakukan, atau dilarang dilakukan atau
terus dilakukan orang dalam hubungan antara yang satu dengan yang lainnya dalam
situasi tertentu di dalam pergaulan kemasyarakatan dan syarat-syarat apa saja
yang harus dipenuhi berkenan dengan hal itu. Pada penentuan perilaku apa yang
boleh, diharuskan atau dilarang dilakukan tersebut dikaitkan pula apa yang
seharusnya terjadi, yakni akibat tertentu yang dapat dikenakan kepada orang
(akibat tertentu ini sering disebut sanksi), jika ketentuan dalam kaidah hukum
tersebut dipatuhi atau tidak dipatuhi. Akibat yang dapat terjadi atau dapat
dikenakan kepada seseorang karena perilakunya sendiri atau karena perilaku
orang lain yang memiliki atau berada dalam hubungan tertentu dengannya
(misalnya hubungan ayah-anak, majikan-pegawai, atau antara orang yang pandai
berenang dan sehat yang berada di dekat kolam yang dalam dengan orang yang
tidak pandai berenang yang terjatuh dalam kolam tersebut), sehubungan dengan
berlakunya kaidah hukum, secara umum disebut juga akibat hukum (rechtgevolg).
Ambilah contoh berikut :
seorang pria dewasa (A) dan seorang wanita dewasa (B), atas kemauan bebas
masing-masing, menikah di hadapan pegawai catatan sipil; semua syarat dan
prosedur untuk melaksanakan pernikahan tersebut terpenuhi. Tindakan pernikahan
itu menimbulkan akibat-akibat hukum. Dengan pernikahan itu timbul hak-hak dan
kewajiban-kewajiban antara A dan B yang satu terhadap yang lainnya sebagaimana
yang ditetapkan (artinya : diatur) dalam seperangkat kaidah-kaidah hukum yang
mengatur hubungan antara suami-istri yang disebut hukum perkawinan. Jika pada
waktu dilaksanakan pernikahan itu A dan B tidak membuat perjanjian apapun
berkenan dengan kekayaan mereka (pre-nuptial agreement), maka, menurut hukum
perdata barat (KUH Perdata), segera setelah dilaksanakannya pernikahan terjadi percampuran kekayaan,
artinya kekayaan mereka tercampur menjadi satu dan menjadi milik A dan B
bersama (harta bersama atau dalam hukum adat Jawa Tengah disebut harta
gono-gini). Jika dari pernikahan itu lahir anak-anak, A dan B menjadi orang tua
dan berkewajiban untuk memelihara dan mendidik anak-anak mereka. Jika kemudian
A meninggal dunia, maka bagiannya dari harta gono-gini beralih menjadi milik
para ahli warisnya, yakni B dan anak-anak mereka. Perangkat kaidah hukum yang
mengatur apa yang harus terjadi dengan kekayaan dari orang yang meninggal
dunia disebut hukum waris. Hubungan antara A dan B tersebut tadi disebut
hubungan hukum (rechtsbetrekking) karena diatur dan diberi akibat hukum oleh
hukum sebagaimana yang dirumuskan dalam kaidah-kaidah hukum positif. Demikian juga
hubungan antara mereka, baik masing-masing maupun bersama-sama, dengan
anak-anak yang dilahirkan mereka. Juga hubungan antara penjual dan pembeli sebuah mobil, atau antara
bank dan nasabah merupakan hubungan hukum, karena ada kaidah hukum positif yang
mengatur dan memberikan akibat hukum terhadap hubungan tersebut. Dalam hubungan
jual-beli mobil, misalnya, akibat-akibat hukum itu adalah bahwa penjual
berwenang atau berhak untuk menuntut pembayaran harga mobil itu dari pembeli,
namun pada saat yang sama ia berkewajiban memberikan (menyerahkan) mobil yang
dijualnya kepada pembeli tanpa menyembunyikan cacat-cacat yang ada pada mobil
itu. Sebaliknya, pembeli memiliki kewenangan (hak) untuk mmbawa pulang dan
menggunakn mobil yang dibelinya , dan pada saat yang sama ia berkewajiban
menyerahkan sejumlah uang harga mobil itu yang telah disepakati oleh kedua
belah pihak kepada penjual mobil.
Jadi, hubungan hukum
adalah hubungan antra dua atau lebih pihak yang diatur oleh kaidah hukum dengan
menetapkan akibat-akibat hukum tertentu kepada para pihak dalam hubungan
tersebut. Pihak-pihak yang (perilakunya) diatur, yakni yang diberikan akibat
hukum berupa kewnangan atau hak dan kewajiban untuk melakukan perbuatan
tertentu, oleh kaidah-kaidah hukum positif itu disebut subjek hukum. Dalam
suatu hubungan hukum, hak dari salah satu pihak adalah kewajiban dari pihak
yang lainnya, dan sebaliknya. Yang dimaksudkan dengan subjek hukum adalah
pemegang atau pengemban dari hak-hak dan kewajiban-kewajiban.
Dalam berbagai tatana hukum
yang modern dewasa ini dikenal dua jenis subjek hukum, yakni manusia atau orang
(natuurlijke persoon) dan badan hukum (rechtpersoon).
2.1
Manusia
Dalam tatanan hukum (rechtsorde)
modern dimana pun dewasa ini, tiap manusia atau tiap orang dipandang dan dilindungi
oleh tatanan hukum sebagai subjek hukum. Bahkan janin yang masih ada dalam
kandungan seorang wanita, dalam berbagai tatanan hukum modern , sudah dipandang
sebagai subjek hukum sepanjang kepentingannya memerlukan pengakuan dan
perlindungan hukum. Demikianlah, dalam contoh perkawinan antara A dan B yang
sudah mempunyai anak C dan D, jika A meninggal dunia pada saat B sedang hamil
anak ketiga, maka ahli waris A menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah
empat orang (B, C, D, dan janin). Jika kemudian janin itu lahir dan hidup,
sekalipun hanya satu menit, maka harta peninggalan A harus dibagi empat, tetapi
jika janin itu dilahirkan (sudah dalam keadaan) mati maka ia dianggap tidak
pernah ada, dan harta peninggalan tersebut dibagi tiga. Jika janin itu lahir
dan sempat hidup biar sesaat saja (misalnya sempat menangis), maka harta
peninggalan itu tetap harus dibagi empat dan bagian harta peninggalan yang
menjadi hak janin itu harus jatuh ke tangan ahliwarisnya, yakni ibunya dan
kakak-kakaknya. Selanjutnya, dalam semua tatanan hukum modern, tidak seorang
pun dapat dijadikan budak atau diperulur, atau mengalami kematian perdata
(kehilangan semua hak dan kewajibannya).
- Objek Hukum
Yang dimaksud dengan objek
hukum (rechtsobject) adalah segala sesuatu bermanfaat dan dapat dikuasi oleh
subjek hukum serta dapat dijadikan objek dalam suatu hubungan hukum. Pada
umumnya yang dapat dipandang sebagai objek hukum itu adalah urusan-urusan
(zaken) dan benda-benda (goederen). Pengertian benda dibedakan ke dalam benda
berwujud dan benda tidak berwujud. Benda berwujud mencakup segala sesuatu yang
dapat dilihat, dipegang, dan seringkali juga dapat diukur dan ditimbang,
misalnya rumah, pohon, buku, mobil, dan sebagainya. Benda tidak berwujud
mencakup semua jenis hak, seperti hak atas tagihan, hak cipta, hak merek, dan
sebagainya. Selain itu, benda juga dibedakan ke dalam benda bergerak dan benda
tidak bergerak. Benda bergerak adalah benda yang karena sifatnya dapat dipindah
tempatkan. Benda tidak bergerak atau benda tetap adalah benda-benda yang karena
sifatnya sendiri atau kerena tujuan pemanfaatannya tidak dapat atau tidak untuk
dipindah tempatkan ( misalnya lahan tanah, rumah, mesin tertentu dalam sebuah
pabrik), atau karena penentuan hukum (penetapan undang-undang) dinyatakan
sebagai benda tidak bergerak (misalnya kapal laut di atas tonase tertentu).
- Peristiwa Hukum
Kehidupan manusia selalu
merupakan suatu rentetan peristiwa dan selalu mengalami atau berlangsung dalam
berbagai peristiwa atau kejadian. Peristiwa-peristiwa itu dapat berupa
peristiwa alamiah yang bukan perbuatan manusia seperti tumbuh menjadi besar,
hujan, angin, dan bahkan bencana alam seperti gunung meletus atau banjir. Dapat
juga berupa peristiwa yang ditimbulkan oleh perbuatan manusia, baik disengaja
secara sadar maupun yang tidak disadari.
Dipandang dari sudut
hukum, berbagai peristiwa itu dibedakan ke dalam peristiwa hukum (rechtsfeit)
dan bukan peristiwa hukum. Peristiwa hukum adalah peristiwa yang oleh kaidah
hukum diberi akibat hukum, yakni berupa timbulnya atu hapusnya hak dan atau
kewajiban tertentu bagi subjek hukum tertentu yang terkait pada peristiwa
tersebut. Misalnya: peristiwa meninggalnya A dalam contoh di atas menyebabkan
timbulnya hak mewarisi pada B, C dan D atas harta peninggalan A; sebaliknya hak
mewarisi C hapus jika kematian A disebabkan oleh pembunuhan yang dilakukan oleh
C.
Peristiwa hukum dibedakan
ke dalam peristiwa hukum berupa bukan perbuatan subjek hukum dan peristiwa
hukum yang merupakan perbuatan subjek hukum. Peristiwa meninggalnya A secara
alamiah yang menimbulkan hak mewarisi, atau peristiwa kelahiran yang
menimbulkan hak dan kewajiban untuk melindungi, memelihara dan mendidik bayi
(anak) pada orang tua dan pada saat yang sama hak pada bayi itu memperoleh
perlindungan, pemeliharaan dan pendidikan adalah contoh peristiwa hukum jenis
yang pertama. Sedangkan contoh pernikahan A dan B atau pembunuhan A oleh C
adalah jenis yang kedua. Semua perjanjian, tindakan pemerintahan, dan kejahatan
termasuk ke dalam peristiwa hukum berupa perbuatan subjek hukum.
Perbuatan subjek hukum
dibedakan ke dalam perbuatan hukum dan bukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum
(rechtshandeling) adalah perbuatan subjek hukum yang berdiri akibat hukum oleh
kaidah hukum tertentu, dan timbulnya akibat hukum ini memang dikehendaki oleh
subjek hukum pelaku perbuatan tersebut. Perjanjian jual-beli ditutup oleh para
pihak dengan tujuan untuk menerima kewajiban yang ditimbulkan dengan melakukan
penutupan perjanjian jual-beli itu (kewajiban menyerahkan barang pada penjual
dan kewajiban menyerahkan sejumlah uang pada pihak pembeli), demi untuk
memperoleh hak yang ditimbulkan oleh perjanjian itu (barang bagi pembeli dan
sejumlah uang bagi penjual). Perbuatan subjek hukum yang bukan perbuatan hukum
yang menimbulkan akibat hukum tertentu, dan akibat hukum ini tidak dikehendaki
atau tidak diniatkan oleh subjek hukum pelaku perbuatan tersebut. Yang bukan
perbuatan hukum ini dibedakan lagi ke dalam yang tidak melawan hukum dan yang
melawan hukum. Bukan perbuatan hukum yang tidak melawan hukum adalah perbuatan
subjek hukum yang akibat hukumnya tidak dikehendaki atau dimaksudkan untuk
terjadi oleh subjek hukum pelaku perbuatan itu; misalnya pengurusan urusan
orang lain (zaakwaarneming) yang diatur dalam pasal 1354 KUH Perdata. Bukan
perbuatan hukum yang melawan hukum adalah perbuatan yang menimbulkan akibat
hukum yang tidak dikehendaki oleh subjek hukum pelaku perbuatan itu, dan
perbuatan tersebut bertentangan dengan asas-asas dan kaidah hukum positif serta
menimbulkan kerugian pada subjek hukum lain; misalnya perbuatan melanggar hukum
(onrechtmatige daad) yang diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata.
Perbuatan hukum dapat
dibedakan ke dalam perbuatan hukum tunggal atau sepihak dan perbuatan hukum
berganda. Perbuatan hukum tunggal adalah perbuatan perbuatan yang sudah selesai
dan memiliki akibat hukum dengan satu tindakan sepihak oleh satu subjek hukum
tanpa memerlukan persetujuan subjek hukum lain, misalnya perbuatan menulis
surat wasiat, atau hibah. Perbuatan hukum berganda adalah perbuatan hukum yang
memerlukan keterlibatan lebih dari satu subjek hukum untuk selesai sebagai
perbuatan hukum dan memiliki akibat hukum. Perbuatan hukum berganda ini dapat
dibagi lagi ke dalam dua jenis, yakni perjanjian (overeenkomst) dan Gesamt-akt.
Perjanjian adalah kesepakatan antara dua atau lebih subjek hukum yang saling
mengikat diri untuk mencapai tujuan tertentu. Perjanjian menimbulkan perikatan
(verbintenis), yakni hubungan hukum di bidang hukum kekayaan yang di dalamnya
salah satu pihak yang disebut kreditur berhak atas serta berwenang menuntut
pemenuhan suatu prestasi oleh pihak lainnya yang disebut debitur yang
berkewajiban dan bertanggung gugat untuk memenuhi prestasi tersebut. Prestasi
yang dapat dituntut atau harus dipenuhi itu dapat berupa memberikan sesuatu,
melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu, atau kombinasi dua atau tiga
kemungkinan itu. Perjanjian dibedakan ke dalam perjanjian searah dan perjanjian
timbal-balik. Perjanjian searah adalah perjanjian yang menimbulkan hak pada
satu pihak lainnya, misalnya pada perjanjian A meminjam buku dari B. Pada
perjanjian timbal-balik kedua belah pihak memiliki hak dan kewajiban yang satu
terhadap yang lainnya, misal perjanjian jual-beli. Gesam-akt atau tindakan
bersama adalah kesepakatan sekelompok orang untuk menetapkan putusan tentang
sesuatu hal dan putusan tersebut mengikat semua subjek hukum yang terlibat
dalam pengambilan putusan tersebut atau semua anggota kelompok yang
bersangkutan, misal putusan rapat anggota perkumpulan, putusan rapat umum
pemegang saham, putusan dewan perwakilan rakyat, putusan kabinet. Perbuatan
hukum itu yang dipaparkan dalam alinea ini ada yang bersifat tindakan hukum
perdata (misalnya hibah, kontrak, putusan rapat umum pemegang saham) dan ada
yang bersifat hukum publik (misalnya ketetapan, traktat, putusan dewan
perwakilan rakyat yang mensahkan undang-undang).
- Hak, Kewajiban dan Kewenangan
Di atas dikemukakan bahwa
peristiwa hukum menimbulkan hubungan hukum yang berintikan hubungan
antar-subjek hukum yang wujudnya tampil dalam bentuk hak dan kewajiban antara
subjek hukum yang satu terhadap yang lainnya. Pengertian hak dan kewajiban
adalah pengertian-pengertian korelatif, artinya dalam sebuah hubungan hukum
maka hak dari salah satu pihak adalah kewajiban dari pihak yang lainnya, dan
sebaliknya. Demikianlah, dalam peristiwa jual-bali maka hak dari pembali untuk
memperoleh barang yang dibelinya dibarengi kewajiban penjual untuk menyerahkan
barang yang dijualnya itu.
Pengertian hak pada
dasarnya berintikan kebebasan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu
berkenan dengan sesuatu atau terhadap subjek hukum tertentu atau semua subjek
hukum tanpa halangan atau gangguan dari pihak manapun, dan kebebasan tersebut
memiliki landasan hukum (diakui atau diberikan oleh hukum) dan karena itu
dilindungi hukum. Karena mamilki landasan hukum dan dilindungi hukum, maka
pihak atau pihak-pihak lainnya berkewajiban untuk membiarkan atau tidak
mengganggu pihak yang memilki hak melaksanakan apa yang menjadi haknya itu.
Jadi, orang yang berhak adalah seorang yang memiliki kewenangan-kewenangan
untuk melakukan perbuatan tertentu, termasuk menuntut sesuatu. Perbuatan yang
dilakukan berdasarkan dan sesuai dengan kewenangannya itu disebut perbuatan
hukum yang sah. Orang yang berhak itu memiliki kebebasan untuk menggunakan
haknya, termasuk cara-cara menggunakan kewenangan-kewenangan yang timbul dari
haknya itu, sepanjang tidak melanggar hak orang lain, aturan hukum, ketertiban
umum dan/atau kesusilaan,. Sedangkan kewajiban pada dasarnya adalah keharusan
(yang diperintahkan atau ditetapkan oleh hukum) untuk melakukan atau tidak
melakukan perbuatan tertentu, yang jika tidak dipenuhi akan menimbulkan akibat
hukum tertentu bagi pengemban kewajiban tersebut. Misalnya, dalam perjanjian
pinjam-pinjaman uang, orang yang berutang wajib mengembalikan uang pinjamannya
pada waktu yang diperjanjikannya, tetangga berkewajiban untuk tidak menyalakan
radio terlalu keras.
Tentang hak, secara umum
dapat dibedakan ke dalam dua jenis, yakni hak mutlak (hak absolut) dan hak
nisbi (hak relatif). Hak mutlak adalah hak yang dapat dipertahankan terhadap
siapapun, misalnya hak milik atas sebuah mobil memberikan kepada pemilik mobil
itu kebebasan untuk memakai, menjual, menukarkan, meminjamkan, memberikan atau
bahkan membuang mobil tersebut, dan dalam hal itu ia bebas dari gangguan atau
intervensi oleh pihak manapun. Contoh lain, hak mutlak adalah Hak Asasi
Manusia. Hak nisbi adalah hak yang memberikan kewenangan kepada subjek hukum
untuk menuntut pihak tertentu yang hanya dapat dipertahankan terhadap pihak
tertentu saja, misalnya pemilik sebuah buku hanya mempunyai kewenangan untuk
menuntut pembayaran harga buku tersebut hanya dari pembeli buku itu.
- Kecakapan Melakukan Perbuatan Hukum
Di atas dikemukakan bahwa
tiap orang adalah subjek hukum, yakni pendukung hak-hak dan
kewajiban-kewajiban. Berdasarkan itu maka orang pada dasarnya tiap orang dapat
melakukan perbuatan hukum. Hal dapat melakukan perbuatan itu disebut kecakapan
melakukan perbuatan hukum (handelingsbekaamheid). Dalam semua tatanan hukum
dewasa ini berlaku ketentuan umum yang menetapkan bahwa setiap orang cakap
untuk melakukan perbuatan hukum sepanjang undang-undang tidak menetapkan lain.
Kecakapan melakukan perbuatan hukum adalah kemungkinan untuk melakukan
perbuatan hukum yang sah dan mengikat, yang tidak dapat dipersoalkan atau tidak
dapat diganggu gugat (onaantasrbaar). Perbuatan hukum yang dilakukan oleh orang
yang tidak memiliki kecakapan melakukan perbuatan hukum (handelingsonbekwame)
tidak mempunyai akibat hukum atau akibat hukumnya itu dapat dipersoalkan atau
dapat dibatalkan (aantastbaar atau voidable), bergantung kepada jenis perbuatan
hukum yang dilakukan. Orang yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum atau
mewakilinya, dengan alasan ketidak-cakapan melakukan perbuatan hukum itu,
mempunyai kemungkinan untuk menuntut pembatalan perbuatan hukum yang telah
dilakukannya. Ketentuan hukum ini dimaksudkan untuk melindungi orang yang tidak
cakap melakukan perbuatan hukum dari perbuatan hukumnnya sendiri yang dilakukan
tanpa pertimbangan yang seharusnya dilakukan terlebih dahulu. Hal itu
dimaksudkan untuk melindunginya dari tindakannya yang dapat merugikan dirinya
sendiri. Perundang-undangan menetapkan bahwa orang yang tidak cakap melakukan
perbuatan hukum adalah orang yang masih dibawah umur (belum dewasa) dan orang
dewasa yang ditempatkan di bawah pengampuan (curatele).
Orang yang masih di bawah
umur adalah orang yang belum mencapai usia tertentu yang ditetapkan dalam
undang-undang. Orang dewasa yang ditempatkan di bawah kuratele adalah orang
yang sudah dewasa, sudah mencapai atau di atas usia tertentu, namun
(dinyatakan) tidak mampu mengurus diri sendiri secara layak karena gangguan
jiwa, atau karena pemboros, atau karena pemabuk. Orang yang tidak cakap
melakukan perbuatan hukum hanya dapat melakukan perbuatan hukum jika didampingi
atau dengan persetujuan orang yang menjadi walinya, yakni orang yang ditunjuk
untuk mengurus kepentingan-kepentingan orang yang tidak cakap melakukan
perbuatan hukum. Orang itu adalah orang tua atau wali bagi orang yang belum
dewasa, dan kurator bagi orang dewasa yang ditempatkan di bawah kuratele (yang
disebut kurandus).