Tuesday, January 21, 2014


PEMBAHASAN

UPAYA HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN

A.   Verstek dan Verzet

1.   PERLAWANAN/VERZET

Yaitu upaya hukum terhadap putusan pengadilan yang dijatuhkan tanpa hadirnya Tergugat (verstek). Pada dasarnya perlawanan ini disediakan bagi pihak Tergugat yang dikalahkan. Bagi Penggugat, terhadap putusan verstek ini dapat mengajukan banding.

Dalam suatu gugatan di Pengadilan, apabila tergugat setelah dipanggil sesuai ketentuan tidak hadir sampai pada putusan, maka putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim adalah putusan verstek atau putusan tanpa kehadiran tergugat. Nah, apabila tergugat yang telah dijatuhi putusan verstek keberatan atas putusan tersebut, maka upaya hukum yang bisa dilakukan adalah dengan mengajukan perlawanan (verzet). Jadi tidak seperti putusan biasa yang dapat dilakukan upaya banding. Karena itu permohonan banding terhadap putusan verstek menjadi cacat formil sehingga tidak dapat diterima. Dalam putusan MA no. 1936 K/Pdt/1984, antara lain ditegaskan bahwa permohonan banding yang diajukan terhadap putusan verstek tidak dapat diterima karena upaya hukum terhadap verstek adalah verzet.

Perlawanan (verzet) terhadap putusan verstek mengandung arti bahwa tergugat berusaha melawan putusan verstek / tergugat mengajukan perlawanan terhadap putusan verstek. Tujuannya, agar terhadap putusan itu di lakukan pemeriksaan ulang secara menyeluruh sesuai dengan proses pemeriksaan kontradiktor dengan permohonan agar putusan verstek di batalkan, sekaligus supaya gugatan penggugat ditolak.

Dalam proses pemeriksaan perlawanan atau verzet, terdapat beberapa landasan hukum yang harus dipenuhi, antara lain : Perlawanan (verzet) harus diajukan kepada Pengadilan Negeri yang menjatuhkan putusan verstek; Diajukan oleh tergugat sendiri atau kuasanya; Disampaikan kepada PN yang menjatuhkan putusan verstek dalam dengan batas tenggang waktu yang ditentukan pasal 129 ayat (2) HIR; Ditujukan kepada putusan verstek tanpa menarik pihak lain, selain daripada penggugat semula.

Perlawanan terhadap verstek, bukan merupakan perkara baru. Perlawanan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah dengan gugatan semula. Dengan demikian, perlawanan merupakan bantahan yang ditujukan kepada ketidakbenaran dalil gugatan semula, dengan alasan bahwa putusan verstek yang dijatuhkan keliru dan tidak benar. Berdasarkan putusan MA No. 307K/Sip/1975 disebutkan bahwa verzet terhadapverstekverzet atau verstek, pelawannya berkedudukan sebagai tergugat dan terlawan sebagai penggugat. tidak boleh diperiksa dan diputus sebagai perkara baru. Sedangkan dalam putusan MA 494K/Pdt/1983 ditegaskan bahwa dalam proses.

Sedangkan pemeriksaan perlawanan (verzet) adalah berdasarkan gugatan semula. Hal ini mengacu pada putusan MA No. 938K/Pdt/1986. Dalam putusan tersebut terdapat pertimbangan antara lain bahwa subtansi verzet terhadap putusan verstek harus ditujukan kepada isi pertimbangan putusan dan dalil gugatan terlawan/penggugat asal. Dengan demikian verzet yang hanya mempermasalahkan alasan ketidakhadiran pelawan/tergugat asal menghadiri persidangan dianggap tidak relevan. Oleh karena itu, putusan verzet yang hanya mempertimbangkan masalah sah atau tidak ketidakhadiran tergugat atau memenuhi panggilan sidang adalah keliru.

Mengenai putusan perlawanan atau putusan verzet, apabila dalam peyelesaian satu perkara diterapkan secara verstek yang kemudian diikuti acara verzet terhadap putusanverstek tersebut, maka PN akan menerbitkan dua bentuk keputusan: Pertama,putusanverstek sesuai dengan putusan verstek yang di gariskan pada peraturan hukum acara perdata, pasal 125(1) HIR; Kedua, putusan verzet berdasarkan acara verzet yang diatur pasal 129 (1) HIR. Kedua putusan tersebut saling berkaitan karena sama-sama bertitik tolak dari kasus yang sama.

2.      Putusan Verstek
-      Adalah putusan yang dijatuhkan karena tergugat/termohon tidak pernah hadir meskipun telah dipanggil secara resmi, sedang penggugat hadir dan mohon putusan
-       Verstek artinya tergugat tidak hadir
-       Putusan verstek dapat dijatuhkan dalam sidang pertama atau sesudahnya, sesudah tahapan pembacaan gugatan sebelum tahapan jawaban tergugat, sepanjang tergugat/para tergugat semuanya belum hadir dalam sidang padahal telah dipanggil dengan resmi dan patut
-       Putusan verstek dapat dijatuhkan apabila memenuhi syarat :
          a. Tergugat telah dipanggil resmi dan patut untuk hadir dalam sidang hari itu
       b. Tergugat ternyata tidak hadir dalam sidang tersebut, dan tidak pula mewakilkan orang lain untuk hadir, serta ketidak hadirannya itu karena suatu halangan yang sah
          c. Tergugat tidak mengajukan tangkisan/eksepsi mengenai kewenangan
          d. Penggugat hadir dalam sidang
          e. Penggugat mohon keputusan
-        dalam hal tergugat lebih dari seorang dan tidak hadir semua, maka dapat pula diputus verstek.
-        Putusan verstek hanya bernilai secara formil surat gugatan dan belum menilai secara materiil kebenaran dalil-dalil tergugat
-    Apabila gugatan itu beralasam dan tidak melawan hak maka putusan verstek berupa mengabulkan gugatan penggugat, sedang mengenai dalil-dalil gugat, oleh karena dibantah maka harus dianggap benar dan tidak perlu dibuktikan kecuali dalam perkara perceraian
-     Apabila gugatan itu tidak beralasan dan atau melawan hak maka putusan verstek dapat berupa tidak menerima gugatan penggugat dengan verstek
-       Terhadap putusan verstek ini maka tergugat dapat melakukan perlawanan (verzet)
-       Tergugat tidak boleh mengajukan banding sebelum ia menggunakan hak verzetnya lebih dahulu, kecuali jika penggugat yang banding
-       Terhadap putusan verstek maka penggugat dapat mengajukan banding
-     Apabila penggugat mengajukan banding, maka tergugat tidak boleh mengajukan verzet, melainkan ia berhak pula mengajukan banding
-     Khusus dalam perkara perceraian, maka hakim wajib membuktikan dulu kebenaran dalil-dalil tergugat dengan alat bukti yang cukup sebelum menjatuhkan putusan verstek
-      Apabila tergugat mengajukan verzet, maka putusan verstek menjadi mentah dan pemeriksaan dilanjutkan pada tahap selanjutnya
-       Perlawanan (verzet berkedudukan sebagai jawaban tergugat)
-      Apabila perlawanan ini diterima dan dibenarkan oleh hakim berdasarkan hasil pemeriksaan/pembuktian dalam sidang, maka hakim akan membatalkan putusan verstek dan menolak gugatan penggugat
-     Tetapi bila perlawanan itu tidak diterima oleh hakim, maka dalam putusan akhir akan menguatkan verstek
-        Terhadap putusan akhir ini dapat dimintakan banding
-          Putusan verstek yang tidak diajukan verzet dan tidak pula dimintakan banding, dengan sendirinya menjadi putusan akhir yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

B. BANDING

         Yaitu pengajuan perkara ke pengadilan yang lebih tinggi untuk dimintakan pemeriksaan ulangan, apabila para pihak tidak puas terhadap putusan tingkat pertama.

          Banding artinya proses menentang keputusan hukum secara resmi. Prosedur banding, termasuk apakah seorang terdakwa memiliki hak banding, berbeda-beda di setiap negara. Banding Jika putusan pengadilan negeri dirasakan kurang memuaskan, maka pihak yang merasa kurang puas tersebut dapat mengajukan banding ke pengadilan tinggi. Memori banding yang dibuat pengugat harus diajukan melalui panitera pengadilan negeri tempat pertama kali perkara diajukan dengan jangka waktu yang tepat, atau dengan kata lain tidak boleh lebih dari 14 hari kerja, sejak putusan dikeluarkan oleh PN.

             Di Indonesia banding diajukan di Pengadilan Tinggi yang terletak di ibukota provinsi. jika banding dimohonkan perkara menjadi mentah kembali. Banding dilakukan oleh pihak yang berkepentingan (pihak yang dikalahkan oleh putusan Pengadilan Negri). Banding untuk melengkapi bila putusan PN (pengadilan Negri) itu salah atau kurang tepat dan menguatkan putusan PN jika putusan PN benar.

             Tenggang waktu banding adalah 14 hari semenjak pengumuman putusan PN. Di Amerika Serikat, sistem hukum mengenal dua jenis banding: pengadilan de novo atau appeal on the record. Pengadilan de novo, semua bukti dapat dikemukakan kembali, seakan-akan belum pernah diajukan. Dalam appeal on the record, yang digunakan biasanya adalah preseden.

           Adalah upaya hukum yang dilakukan apabila salah satu pihak tidak puas terhadap putusan Pengadilan Negeri. Dasar hukumnya adalah UU No 4/2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Pokok Kekuasaan dan UU No 20/1947 tentang Peradilan Ulangan. Permohonan banding harus diajukan kepada panitera Pengadilan Negeri yang menjatuhkan putusan (pasal 7 UU No 20/1947).
Urutan banding menurut pasal 21 UU No 4/2004 jo. pasal 9 UU No 20/1947 mencabut ketentuan pasal 188-194 HIR, yaitu:
  1. ada pernyataan ingin banding 
  2. panitera membuat akta banding
  3. dicatat dalam register induk perkara
  4. pernyataan banding harus sudah diterima oleh terbanding paling lama 14 hari sesudah pernyataan banding tersebut dibuat.
  5. pembanding dapat membuat memori banding, terbanding dapat mengajukan kontra memori banding.
Berpedoman kepada ketentuan yang ditetapkan dalam UU No 20 Tahun 1947 tentang peradilan ulangan, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7 sampai Pasal 15, dinyatakan :
  • Tenggang waktu permohonan banding :
-          14 hari sejak putusan diucapkan, apabila waktu putusan diucapkan pihak Pemohon banding hadir sendiri dipersidangan.
-          14 hari sejak putusan diberitahukan, apabila Pemohon banding tidak hadir pada saat putusan diucapkan di persidangan.
-          Jika perkara prodeo, terhitung 14 hari dari tanggal pemberitahuan putusan prodeo dari Pengadilan Tinggi kepada Pemohon banding.
  • Pengajuan permohonan banding disampaikan kepada Panitera pengadilan yang memutus perkara di tingkat pertama
  • Penyampaian memori banding adalah hak, bukan kewajiban hukum bagi Pemohon banding.
  • Satu bulan sejak dari tanggal permohonan banding, berkas perkara harus sudah dikirim ke Panitera Pengadilan TinggiAgama (Pasal 11 ayat (2) UU No 20 Tahun 1947).
C. KASASI
Pemeriksaan tingkat kasasi bukan pengadilan tingkat ketiga. Kewenangannya memeriksa dan mengadili perkara tidak meliputi seluruh perkara, bersifat sangat terbatas, dan hanya meliputi hal-hal yang ditentukan dalam Pasal 30 UU No 14 Tahun 1985, yaitu terbatas sepanjang mengenai :
  • Memeriksa dan memutus tentang tidak berwenang atau melampaui batas wewenang Pengadilan tingkat bawah dalam memeriksa dan memutus suatu perkara.
  • Memeriksa dan mengadili kesalahan penerapan atas pelanggaran hukum yang dilakukan pengadilan bawahan dalam memeriksa dan memutus perkara.
  • Memeriksa dan mengadili kelalaian tentang syarat-syarat yang wajib dipenuhi menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tingkat kasasi tidak berwenang memeriksa seluruh perkara seperti kewenangan yang dimiliki peradilan tingkat pertama dan tingkat banding, oleh karenanya peradilan tingkat kasasi tidak termasuk judex facti.
Upaya Hukum Kasasi

1. Pengertian

   Kasasi artinya pembatalan putusan oleh Mahkamah Agung. Pengadilan kasasi ialah Pengadilaan yang memeriksa apakah judec factie tidak salah dalam melaksanakan peradilan. Upaya hkum kasasi adalah upaya agar putusan judec factie dibatalkan oleh Mahkamah Agung karena salah dalam melaksanakan peradilan.
Kasasi adalah pembatalan atas keputusan Pengadilan-pengadilan yang lain yang dilakukan pada tingkat peradilan terakhir dan dimana menetapkan perbuatan Pengadilan-pengadilan lain dan para hakim yang bertentangan dengan hukum, kecuali keputusan Pengadilan dalam perkara pidana yang mengandung pembebasan terdakwa dari segala tuduhan, hal ini sebagaimana ditentukan dalam Pasal 16 UU No. 1 Tahun 1950 jo. Pasal 244 UU No. 8 Tahun 1981 dan UU No. 14 Tahun 1985 jo. UU No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

           Pemohon kasasi lawannya terlawan kasasi. Dalam hal ini kedua belah pihak sama-sama memohon kasasi, berarti hanya ada pemohon kasasi, tidak ada termohon kasasi.

             Upaya hukum kasasi baru bisa digunakan kalau sudah mempergunakan upaya hukum banding.
Menurut pasal 29 dan 30 UU No 14/1985 jo. UU No 5/2004 kasasi adalah pembatalan putusan atas penetapan pengadilan dari semua lingkungan peradilan dalam tingkat peradilan akhir.

          Putusan yang diajukan dalam putusan kasasi adalah putusan banding. Alasan yang dipergunakan dalam permohonan kasasi yang ditentukan dalam pasal 30 UU No 14/1985 jo. UU No 5/2004 adalah:
  1. tidak berwenang (baik kewenangan absolut maupun relatif) untuk melampaui batas wewenang;
  2. salah menerapkan/melanggar hukum yang berlaku;
  3. lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian dengan batalnya putusan yang bersangkutan.

            Terhadap putusan-putusan yang diberikan tingkat terakhir oleh Pengadilan-pengadilan lain daripada Mahkamah Agung, kasasi dapat dimintakan kepada Mahkamah Agung ( pasal 10 ayat 3 UU No. 14/1970).
Pihak-pihak yang tidak puas dengan putusan atau penetapan Pengadilan Tinggi Agama atau penetapan Pengadilan Agama (dalam gugatan voluntair), dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, dengan memenuhi syarat-syarat kasasi. Selain itu, kasasi juga dapat dimintakan demi kepentingan hukum.

2.      Syarat-Syarat Kasasi

Syarat-syarat untuk mengajukan kasasi ialah:
a)      Diajukan oleh pihak yang berhak mengajukan kasasi.
b)      Diajukan masih dalam tengggang waktu kasasi.
c)      Putusan atau penetapan judec factie, menurut hukum dapat dimintakan kasasi.
d)     Membuat memori kasasi.
e)      Membayar panjar biaya kasasi.
f)       Menghadap ke Kepaniteraan PA yang bersangkutan.
         Permohonan kasasi hanya dapat diajukan oleh pihak yang berperkara atau wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu (pasal 44 ayat (1) uu No. 14/1985). Apabila dalam surat kuasa telah disebutkan bahwa wakil tersebut telah pula diberikan kuasa untuk mengajukan kasasi, maka tidak diperlukan lagi surat kuasa baru.

           Permohonan kasasi hanya dapat diajukan dalam masa tengggang waktu kasasi, yaitu 14 (empat belas) hari sesudah putusan atau penetapan pengadilan diberitahukan kepada yang bersangkutan. Apabila melewati waktu tanpa ada permohonan kasasi yang diajukan pihak berperkara, maka dianggap telah menerima putusan (pasal 46 ayat (2) UU No. 14/1985).
Permohonan kasasi wajib menyampaikan memori kasasi yang memuat alasan-alasannya (pasal 47 ayat (1). Berbeda dengan banding di mana permohonan banding tidak wajib membuat memori banding. Memori kasasi merupakan syarat mutlak untuk diterimanya permohonan kasasi. Yang berwenang menilai apakah syarat-syarat kasasi telah dipenuhi atau tidak adalah Mahkamah Agung dalam putusan kasasi.

3.      Alasan-Alasan Kasasi
            
           MA memutuskan permohonan kasasi terhadap putusan Pengadilan Tingkat Banding atau Tingkat Terakhir dari semua lingkungan Peradilan. Pembatalan putusan atau penetapan dari semua lingkungan Peradilan oleh MA karena :
a)      Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang.
b)      Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku.
c)      Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peratran perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan (pasal 30 UU No. 14/1985).


D. Peninjauan Kembali
      Kata peninjauan kembali diterjemahkan dari kata “Herziening”, Mr. M. H. Tirtaamijaya menjelaskan herziening sebagai berikut : itu adalah sebagai jalan untuk memperbaiki suatu putusan yang telah menjadi tetap-jadinya tidak dapat diubah lagi dengan maksud memperbaiki suatu kealpaan hakim yang merugikan si terhukum…, kalau perbaikan itu hendak dilakukan maka ia harus memenuhi syarat, yakni ada sesuatu keadaan yang pada pemeriksaan hakim, yang tidak diketahui oleh hakim itu…, jika ia mengetahui keadaan itu, akan memberikan putusan lain.

          Dalam buku yang lain menyatakan bahwa peninjauan kembali atau biasa disebut Request Civiel adalah meninjau kembali putusan perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, karena diketahuinya hal-hal baru yang dulu tidak dapat diketahui oleh hakim, sehingga apabila hal-hal itu diketahuinya maka putusan hakim akan menjadi lain.

        Peninjauan kembali hanya dapat dilakukan oleh MA. Peninjauan kembali diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, dan apabila terdapat hal-hal atau keadaan yang ditentukan oleh undang-undang terhadap putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat dimintakan peninjauan kembali kepada MA, dalam perkara perdata dan pidana oleh pihak-pihak yang berkepentingan (pasal 21 UU No. 14/1970).


b). Syarat-syarat peninjauan kembali

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk peninjauan kembali diantaranya sebagai berikut :
1. Diajukan oleh pihak yang berperkara.
2. Putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
3. Membuat surat permohonan peninjauan kembali yang memuat alasan-alasannya.
4. Membayar panjar biaya peninjauan kembali.
5. Menghadap di Kepaniteraan Pengadilan Agama yang memutus perkara pada tingkat pertama.

     Adapun yang berhak mengajukan peninjauan kembali adalah para pihak yang berperkara atau ahli warisnya (yang dapat dibuktikan dengan akta dibawah tanda tangan mengenai keahliwarisannya yang didelegasi oleh Ketua Pengadilan Agama) apabila pemohon meninggal dunia (pasal 68 UU No. 14/1985), juga bisa dengan wakil yang secara khusus dikuasakan untuk mengajukan permohonan PK dengan bukti adanya surat kuasa. Adapun Permohonan PK diajukan dalam masa tenggang waktu yang tepat yaitu 180 (seratus delapan puluh) hari.


c). Alasan-alasan peninjauan kembali

Beberapa alasan diajukannya peninjauan kembali, antara lain :
1. Adanya putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh Hakim pidana dinyatakan palsu.
2. Apabila perkara sudah diputus, tetapi masih ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan.
3. Ada suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa pertimbangan sebab-sebabnya.
4. Apabila antara pihak-pihak yang sama, mengenai suatu yang sama, atau dasarnya sama, diputuskan oleh pengadilan yang sama tingkatnya, tetapi bertentangan dalam putusannya satu sama lain.
5. Apabila dalam suatu putusan terdapat kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata. (pasal 67 UU No. 14/1985).


d). Pencabutan permohonan peninjauan kembali

Permohonan PK dapat dicabut selam belum diputuskan, dalam dicabut permohonan peninjauan kembali (PK) tidak dapat diajukan lagi (pasal 66 ayat (3) UU No. 14/1985). Pencabutan permohonan PK ini dilakukan seperti halnya pencabutan permohonan kasasi.
PERSEROAN TERBATAS (PT), KOPERASI, DAN YAYASAN
a.    Perseroan Terbatas / PT
Perseroan terbatas adalah organisasi bisnis yang memiliki badan hukum resmi yang dimiliki oleh minimal dua orang dengan tanggung jawab yang hanya berlaku pada perusahaan tanpa melibatkan harta pribadi atau perseorangan yang ada di dalamnya. Di dalam PT pemilik modal tidak harus memimpin perusahaan, karena dapat menunjuk orang lain di luar pemilik modal untuk menjadi pimpinan. Untuk mendirikan PT / persoroan terbatas dibutuhkan sejumlah modal minimal dalam jumlah tertentu dan berbagai persyaratan lainnya.
ciri dan sifat PT :
- kewajiban terbatas pada modal tanpa melibatkan harta pribadi
- modal dan ukuran perusahaan besar
- kelangsungan hidup perusahaan pt ada di tangan pemilik saham
- dapat dipimpin oleh orang yang tidak memiliki bagian saham
- kepemilikan mudah berpindah tangan
- mudah mencari tenaga kerja untuk karyawan / pegawai
- keuntungan dibagikan kepada pemilik modal / saham dalam bentuk dividen
- kekuatan dewan direksi lebih besar daripada kekuatan pemegang saham
- sulit untuk membubarkan pt
- pajak berganda pada pajak penghasilan / pph dan pajak deviden
Syarat Pendirian PT
Syarat umum pendirian Perseroan Terbatas (PT)
  • Fotokopi KTP para pemegang saham dan pengurus, minimal 2 orang
  • Fotokopi KK penanggung jawab / Direktur
  • Nomor NPWP Penanggung jawab
  • Pas foto penanggung jawab ukuran 3X4 (2 lembar berwarna)
  • Fotokopi PBB tahun terakhir sesuai domisili perusahaan
  • Fotokopi surat kontrak/sewa kantor atau bukti kepemilikan tempat usaha
  • Surat keterangan domisili dari pengelola gedung jika berdomisili di Gedung Perkantoran
  • Surat keterangan RT/RW (jika dibutuhkan, untuk perusahaan yang berdomisili di lingkungan perumahan) khusus luar jakarta
  • Kantor berada di wilayah perkantoran/plaza, atau ruko, atau tidak berada di wilayah pemukiman.
  • Siap disurvei
Syarat pendirian PT secara formal berdasarkan UU No. 40/2007 adalah sebagai berikut:
  • Pendiri minimal 2 orang atau lebih (pasal 7 ayat 1)
  • Akta Notaris yang berbahasa Indonesia
  • Setiap pendiri harus mengambil bagian atas saham, kecuali dalam rangka peleburan (pasal 7 ayat 2 dan ayat 3)
  • Akta pendirian harus disahkan oleh Menteri kehakiman dan diumumkan dalam BNRI (ps. 7 ayat 4)
  • Modal dasar minimal Rp. 50 juta dan modal disetor minimal 25% dari modal dasar (pasal 32 dan pasal 33)
  • Minimal 1 orang direktur dan 1 orang komisaris (pasal 92 ayat 3 & pasal 108 ayat 3)
  • Pemegang saham harus WNI atau badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia, kecuali PT. PMA
UU yang mengatur tentang Perseroan Terbatas (PT) adalah UU No. 40 tahun 2007

b.    Koperasi
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang atau badan hukum yang berlandaskan pada asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Prinsip koperasi
Prinsip koperasi adalah suatu sistem ide-ide abstrak yang merupakan petunjuk untuk membangun koperasi yang efektif dan tahan lama. Prinsip koperasi terbaru yang dikembangkan International Cooperative Alliance (Federasi koperasi non-pemerintah internasional) adalah
  • Keanggotaan yang bersifat terbuka dan sukarela
  • Pengelolaan yang demokratis,
  • Partisipasi anggota dalam ekonomi,
  • Kebebasan dan otonomi,
  • Pengembangan pendidikanpelatihan, dan informasi.
Di Indonesia sendiri telah dibuat UU no. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian. Prinsip koperasi menurut UU no. 25 tahun 1992 adalah:
  • Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka
  • Pengelolaan dilakukan secara demokrasi
  • Pembagian SHU dilakukan secara adil sesuai dengan jasa usaha masing-masing anggota
  • Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal
  • Kemandirian
  • Pendidikan perkoperasian
  • Kerjasama antar koperasi
Fungsi dan Peran Koperasi Indonesia
Menurut UU No. 25 tahun 1992 Pasal 4 dijelaskan bahwa koperasi memiliki fungsi dan peranan antara lain yaitu mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota dan masyarakat, berupaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia, memperkokoh perekonomian rakyat, mengembangkan perekonomian nasional, serta mengembangkan kreativitas dan jiwa berorganisasi bagi pelajar bangsa.


UU yang mengatur tentang  perkoperasian UU Koperasi No. 25 Tahun 1992 yang diganti dengan UU No.17 tahun 2012

c.     Yayasan
Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan dalam mencapai tujuan tertentu dibidang social, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota. Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan.
Pendirian yayasan
Pendirian yayasan dilakukan dengan akta notaris dan mempunyai status badan hukum setelah akta pendirian memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia atau pejabat yang ditunjuk. Permohonan pendirian yayasan dapat diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan yayasan. Yayasan yang telah memperoleh pengesahan diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.


Referensi
  • PP RI No. 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Tentang Yayasan
  • UU No. 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan UU No.16 Tahun 2001
  • UU No. 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan
  • Inpres No. 20 Tahun 1998 Tentang Penertiban Sumber-sumber Dana Yayasan


UU yang mengatur tentang  perkoperasian UU No. 16 Tahun 2001 yang diganti dengan UU No.28 tahun 2004